Zaman Neolitikum dan Ciri-ciri serta Peninggalannya
Sekitar tahun 1.500 merupakan zaman Neolitikum dan perubahan dalam
kehidupan manusia pada saat itu sudah mengalami perkembangan dari zaman
sebelumnya. Mereka telah memulai kehidupan dengan menetap di suatu
tempat dan bercocok tanam. Berikut adalah ulasan tentang zaman
Neolitikum dan ciri-ciri, serta peninggalannya.
Zaman Neolitikum dan Ciri-ciri serta Peninggalannya
Zaman Neolitikum artinya zaman batu
muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai sekitar 1.500 SM. Cara
hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan pesat, dari
cara food gathering menjadi food producting, yaitu dengan cara bercocok
tanam dan memelihara ternak.
Pada masa itu manusia sudah mulai
menetap di rumah panggung untuk menghindari bahaya binatang buas.
Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat lumbung-lumbung
guna menyimpan persediaan padi dan gabah. Tradisi menyimpan padi di
lumbung ini masih bisa dilihat di Lebak, Banten.
Masyarakat Baduy di sana begitu
menghargai padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak
perlu membeli beras dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang
secara hukum adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan
sejak zaman nenek moyang.
Pada zaman ini, manusia purba Indonesia
telah mengenal dua jenis peralatan, yakni beliung persegi dan kapak
lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia bagian Barat,
diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang
berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia.
Kapak lonjong tersebar di Indonesia
bagian timur yang didatangkan dari Jepang, kemudian menyebar ke Taiwan,
Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian dan kepulauan Melanesia. Contoh
dari kapak persegi adalah yang ditemukan di Bengkulu, terbuat dari batu
kalsedon; berukuran 11,7×3,9 cm, dan digunakan sebagai benda pelengkap
upacara atau bekal kubur.
Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan
di Klungkung, Bali, terbuat dari batu agats; berukuran 5,5×2,5 cm; dan
digunakan dalam upacara-upacara terhadap roh leluhur.
Selain itu ditemukan pula sebuah kendi
yang dibuat dari tanah liat; berukuran 29,5×19,5 cm; berasal dari Sumba,
Nusa Tenggara Timur. Kendi ini digunakan sebagai bekal kubur. Anda
sekarang sudah mengetahui Zaman Neolitikum.
Ciri-ciri Zaman Batu Neolitikum (Zaman Batu Muda)
Zaman neolitikum (zaman batu baru)
kehidupan masyarakatnya semakin maju. Manusia tidak hanya sudah hidup
secara menetap tetapi juga telah bercocok tanam.
Masa ini penting dalam sejarah
perkembangan masyarakat dan peradaban karena pada masa ini beberapa
penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat.
Berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan
dijinakkan. Hutan belukar mulai dikembangkan, untuk membuat
ladang-ladang. Dalam kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah
menguasai lingkungan alam beserta isinya.
Masyarakat pada masa bercocok tanam ini
hidup menetap dalam suatu perkampungan yang dibangun secara tidak
beraturan. Pada awalnya rumah mereka masih kecil-kecil berbentuk
kebulat-bulatan dengan atap yang dibuat dari daun-daunan. Rumah ini
diduga merupakan corak rumah paling tua di Indonesia yang sampai
sekarang masih dapat ditemukan di Timor, Kalimantan Barat, Nikobar, dan
Andaman. Kemudian barulah dibangun bentuk-bentuk yang lebih besar dengan
menggunakan tiang. Rumah ini berbentuk persegi panjang dan dapat
menampung beberapa keluarga inti. Rumah-rumah tersebut mungkin dibangun
berdekatan dengan ladang-ladang mereka atau agak jauh dari ladang. Rumah
yang dibangun bertiang itu dalam rangka menghindari bahaya dari banjir
dan binatang buas.
Oleh karena mereka sudah hidup menetap
dalam suatu perkampungan maka tentunya dalam kegiatan membangun rumah
mereka melaksanakan secara bergotong-royong. Gotong-royong tidak hanya
dilakukan dalam membangun rumah, tetapi juga dalam menebang hutan,
membakar semak belukar, menabur benih, memetik hasil tanaman, membuat
gerabah, berburu, dan menangkap ikan.
Masyarakat bercocok tanam ini memiliki
ciri yang khas. Salah satunya ialah sikap terhadap alam kehidupan sudah
mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang
meninggal sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Upacara yang paling
menyolok adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi mereka yang
dianggap terkemuka oleh masyarakat. Biasanya yang meninggal dibekali
bermacam-macam barang keperluan sehari-hari seperti perhiasan, periuk,
dan lain-lain agar perjalanan si mati ke alam arwah terjalin
keselamatannya. Jasad seseorang yang telah mati dan mempunyai pengaruh
kuat biasanya diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. Jadi,
bangunan itu menjadi medium penghormatan, tempat singgah, dan lambang si
mati. Bangunan-bangunan yang dibuat dengan menggunakan batu-batu besar
itu pada akhirnya melahirkan kebudayaan yang dinamakan megalitikum (batu
besar).
Kemajuan masyarakat dalam masa
neolitikum ini tidak saja dapat dilihat dari corak kehidupan mereka,
tetapi juga bisa dilihat dari hasil-hasil peninggalan budaya mereka.
Yang jelas mereka semakin meningkat kemampuannya dalam membuat alat-alat
kebutuhan hidup mereka. Alat-alat yang berhasil mereka kembangkan
antara lain: beliung persegi, kapak lonjong, alat-alat obsidian, mata
panah, gerabah, perhiasan, dan bangunan megaltikum. Beliung persegi
ditemukan hampir seluruh kepulauan Indonesia, terutama bagian barat
seperti desa Sikendeng, Minanga Sipakka dan Kalumpang (Sulwasei),
Kendenglembu (Banyuwangi), Leles Garut (Jawa Barat), dan sepanjang
aliran sungai Bekasi, Citarum, Ciherang, dan Ciparege (Rengasdengklok).
Beliung ini digunakan untuk alat upacara.
Kapak lonjong ditemukan terbatas hanya
di wilayah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Sangihe-Talaud,
Flores, Meluku, Leti, Tanibar dan Papua. Kapak ini umumnya lonjong
dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian tajaman. Bagian
tajaman diasah dari dua arah sehingga menghasilkan bentuk tajaman yang
simetris.
Alat-alat obsidian merupakan alat-alat
yang dibuat dari batu kecubung. Alat-alat obsidian ini berkembang secara
terbatas di beberapa tempat saja, seperti: dekat Danau Kerinci (Jambi),
Danau Bandung dan Danau Cangkuang Garut, Leuwiliang Bogor, Danau
Tondano (Minahasa), dan sedikit di Flores Barat.
Kebudayaan Batu Muda (Neolithikum)
Hasil kebudayaan zaman batu muda
menunjukkan bahwa manusia purba sudah mengalami banyak kemajuan dalam
menghasilkan alat-alat. Ada sentuhan tangan manusia, bahan masih tetap
dari batu. Namun sudah lebih halus, diasah, ada sentuhan rasa seni.
Fungsi alat yang dibuat jelas untuk pengggunaannya. Hasil budaya zaman
neolithikum, antara lain.
- Kapak Persegi
Kapak Persegi
Kapak persegi dibuat dari batu persegi.
Kapak ini dipergunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap tanah, dan
melaksanakan upacara. Di Indonesia, kapak persegi atau juga disebut
beliung persegi banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi,
dan Nusa tenggara.
- Kapak Lonjong
Kapak Lonjong
Kapak ini disebut kapak lonjong karena
penampangnya berbentuk lonjong. Ukurannya ada yang besar ada yang kecil.
Alat digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan memotong kayu
atau pohon. Jenis kapak lonjong ditemukan di Maluku, Papua, dan Sulawesi
Utara.
- Mata Panah
Mata Panah
Mata panah terbuat dari batu yang diasah
secara halus. Gunanya untuk berburu. Penemuan mata panah terbanyak di
Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
- Gerabah
Gerabah
Gerabah dibuat dari tanah liat. Fungsinya untuk berbagai keperluan.
- Perhiasan
Perhiasan
Masyarakat pra-aksara telah mengenal
perhiasan, diantaranya berupa gelang, kalung, dan anting-anting.
Perhiasan banyak ditemukan di Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
- Alat Pemukul Kulit Kayu
Pemukul Kayu
Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk
memukul kulit kayu yang akan digunakan sebagai bahan pakaian. Adanya
alat ini, membuktikan bahwa pada zaman neolithikum manusia pra- aksara
sudah mengenal pakaian.
No comments:
Post a Comment